Pada saat Pemerintah Indonesia dan Belanda sedang mengadakan Rapat di Konferensi Meja Bundar (KMB) di Netherlands untuk menyelesaikan persoalan sengketa bersenjata dan politik antar Indonesia dan Belanda, maka pada akhir tahun 1949 sebuah kesatuan KNIL INFANTERI 25/Tengkorak Putih yang berkedudukan di Jawa Tengah, diberangkatkan ke Jawa Barat untuk digabungkan dengan kesatuan KNIL itu tergabung menjadi 1 Batalyon, maka pimpinan Yon diserahkan kepada Letkol R.M.S. Suryo Subandrio dengan nama Batalyon Tengkorak Putih dengan Motto: SETYA–LUHUR–JUJUR.
Setelah tercapai persetujuan KMB, Batalyon ini dimasukkan ke dalam APRIS pada tanggal 12 Juni 1950 untuk kemudian diberangkatkan ke Kudus dan dimasukkan organik ke dalam SLAGORDE DIPONEGORO dengan nama BATALYON 73/III DIPONEGORO.
Ketika terjadi pemberontakan Andi Aziz , Batalyon 73/III Diponegoro dibawah pimpinan Letkol Subandrio pada tanggal 24 September 1950 diberangkatkan ke Sulawesi Selatan untuk membantu menumpas pemberontakan tersebut. Setelah situasi aman, maka Yon ditugaskan untuk menumpas pemberontakan RMS di Ambon.
Penugasan Yon 73/III di Sulawesi Selatan dan Ambon itu harus ditebus dengan korban jiwa yang tidak sedikit. Ketika Yon berada di HITU, tibalah eselon susulan yang terdiri dari personil Staf dengan membawa perubahan nama bagi Yon 73/III Diponegoro menjadi Yon 718/Tengkorak Putih dan organik masuk ke dalam Slagorde T & T VII selama kurang lebih 7 bulan, kemudian ditarik kembali ke Halong dan Lateri untuk menunggu pemberangkatan kembali ke Makasar.
Setibanya di Makasar diadakan reorganisasi dan Yon 718 mendapat tambahan anggota dari Kompi 53 dan Kompi 54 yang berasal dari Pasuruan Jawa Timur.
Karena sebagian dari tenaga Batalyon sudah mendekati masa pensiun, maka Batalyon disusun dalam dua eselon, eselon yang anggotanya dipersiapkan untuk pensiun disebut Eselon Putih sedangkan eselon lainnya dinamakan Eselon Merah.
Eselon Merah dibawah pimpinan Wadan Yon 718, Lettu Soeharto, kemudian ditugaskan untuk menumpas gerombolan CTN (Corps Cadangan Nasional) dibawah pimpinan Kahar Muzakkar. Pos Komando berkedudukan di Majene–Mandar.
Selama berkedudukan di daerah tersebut, pada bulan Oktober 1951 terjadi pertempuran dengan gerombolan Kahar Muzakkar yang menyerang kantor Polisi Majene dan asrama berhasil mereka kuasai. Peleton II Kompi II/718 diperintahkan untuk merebut kembali Pos Polisi itu. Serangan dipimpin oleh Baton Sersan Saman dan diikuti oleh Wadanyon Lettu Soeharto. Peleton berhasil merebut kembali Pos Polisi itu dengan hasil:
Pihak musuh kemudian mengundurkan diri ke daerah Pembusuang. Sementara itu Kompi II dibawah pimpinan Lettu PH. Ansiga diperintahkan untuk melakukan pengejaran terhadap gerombolan sehingga terjadi pertempuran, dengan tergopoh-gopoh Pratu A.Sukanta menembakan tabung pelontarnya.Akan tetapi karena dilakukan tergesa-gesa ia menggunakan peluru tajam sebagai pengantar sehingga peluru Launcher meletus diujung laras sendiri yang mengakibatkan Pratu A. Sukanta menderita luka berat, sedangkan Letda Ratulangi yang berada didekatnya menderita luka ringan.
Musuh akhirnya melarikan diri dan kompi II kembali ke Majene.Dari pertempuran itu dapatlah diketahui adanya pemusatan gerombolan Kahar Muzakkar di daerah kampung Alu. Untuk menghancurkan gerombolan yang ada di Kampung Alu diperintahkan Kompi I. Pada subuh hari pasukan tiba disekitar tempat tujuan, setelah menyeberangi sungai tibalah pasukan dibelakang Kampung Alu,serangan dilakukan tepat jam 06.00 pertempuran berlangsung dengan sengit dan gerombolan melarikan diri kehutan.
Dalam pertempuran itu kita berhasil merampas senjata gerombolan sebanyak 25 pucuk senjata campuran, 15 orang berhasil ditawan sedangkan 4 orang gerombolan tertmbak mati. Karena pertempuran terjadi didalam kampung maka korban dikalangan rakyat tidak dapat dihindarkan. Sebulan kemudian tidak sedikit anggota gerombolan yang menyerah dan melaporkan diri ke Posko, karena patroli-patroli pasukan kita dilakukan dengan intensif sekali.
Yon 103/Kuda Putih kemudian menggantikan tugas 718/Tengkorak Putih yang ditarik kembali ke Makasar.
Pada saat Pemerintah Indonesia dan Belanda sedang mengadakan Rapat di Konferensi Meja Bundar (KMB) di Netherlands untuk menyelesaikan persoalan sengketa bersenjata dan politik antar Indonesia dan Belanda, maka pada akhir tahun 1949 sebuah kesatuan KNIL INFANTERI 25/Tengkorak Putih yang berkedudukan di Jawa Tengah, diberangkatkan ke Jawa Barat untuk digabungkan dengan kesatuan KNIL itu tergabung menjadi 1 Batalyon, maka pimpinan Yon diserahkan kepada Letkol R.M.S. Suryo Subandrio dengan nama Batalyon Tengkorak Putih dengan Motto: SETYA–LUHUR–JUJUR.
Setelah tercapai persetujuan KMB, Batalyon ini dimasukkan ke dalam APRIS pada tanggal 12 Juni 1950 untuk kemudian diberangkatkan ke Kudus dan dimasukkan organik ke dalam SLAGORDE DIPONEGORO dengan nama BATALYON 73/III DIPONEGORO.
Ketika terjadi pemberontakan Andi Aziz , Batalyon 73/III Diponegoro dibawah pimpinan Letkol Subandrio pada tanggal 24 September 1950 diberangkatkan ke Sulawesi Selatan untuk membantu menumpas pemberontakan tersebut. Setelah situasi aman, maka Yon ditugaskan untuk menumpas pemberontakan RMS di Ambon.
Penugasan Yon 73/III di Sulawesi Selatan dan Ambon itu harus ditebus dengan korban jiwa yang tidak sedikit. Ketika Yon berada di HITU, tibalah eselon susulan yang terdiri dari personil Staf dengan membawa perubahan nama bagi Yon 73/III Diponegoro menjadi Yon 718/Tengkorak Putih dan organik masuk ke dalam Slagorde T & T VII selama kurang lebih 7 bulan, kemudian ditarik kembali ke Halong dan Lateri untuk menunggu pemberangkatan kembali ke Makasar.
Setibanya di Makasar diadakan reorganisasi dan Yon 718 mendapat tambahan anggota dari Kompi 53 dan Kompi 54 yang berasal dari Pasuruan Jawa Timur.
Karena sebagian dari tenaga Batalyon sudah mendekati masa pensiun, maka Batalyon disusun dalam dua eselon, eselon yang anggotanya dipersiapkan untuk pensiun disebut Eselon Putih sedangkan eselon lainnya dinamakan Eselon Merah.
Eselon Merah dibawah pimpinan Wadan Yon 718, Lettu Soeharto, kemudian ditugaskan untuk menumpas gerombolan CTN (Corps Cadangan Nasional) dibawah pimpinan Kahar Muzakkar. Pos Komando berkedudukan di Majene–Mandar.
Selama berkedudukan di daerah tersebut, pada bulan Oktober 1951 terjadi pertempuran dengan gerombolan Kahar Muzakkar yang menyerang kantor Polisi Majene dan asrama berhasil mereka kuasai. Peleton II Kompi II/718 diperintahkan untuk merebut kembali Pos Polisi itu. Serangan dipimpin oleh Baton Sersan Saman dan diikuti oleh Wadanyon Lettu Soeharto. Peleton berhasil merebut kembali Pos Polisi itu dengan hasil:
Pihak musuh kemudian mengundurkan diri ke daerah Pembusuang. Sementara itu Kompi II dibawah pimpinan Lettu PH. Ansiga diperintahkan untuk melakukan pengejaran terhadap gerombolan sehingga terjadi pertempuran, dengan tergopoh-gopoh Pratu A.Sukanta menembakan tabung pelontarnya.Akan tetapi karena dilakukan tergesa-gesa ia menggunakan peluru tajam sebagai pengantar sehingga peluru Launcher meletus diujung laras sendiri yang mengakibatkan Pratu A. Sukanta menderita luka berat, sedangkan Letda Ratulangi yang berada didekatnya menderita luka ringan.
Musuh akhirnya melarikan diri dan kompi II kembali ke Majene.Dari pertempuran itu dapatlah diketahui adanya pemusatan gerombolan Kahar Muzakkar di daerah kampung Alu. Untuk menghancurkan gerombolan yang ada di Kampung Alu diperintahkan Kompi I. Pada subuh hari pasukan tiba disekitar tempat tujuan, setelah menyeberangi sungai tibalah pasukan dibelakang Kampung Alu,serangan dilakukan tepat jam 06.00 pertempuran berlangsung dengan sengit dan gerombolan melarikan diri kehutan.
Dalam pertempuran itu kita berhasil merampas senjata gerombolan sebanyak 25 pucuk senjata campuran, 15 orang berhasil ditawan sedangkan 4 orang gerombolan tertmbak mati. Karena pertempuran terjadi didalam kampung maka korban dikalangan rakyat tidak dapat dihindarkan. Sebulan kemudian tidak sedikit anggota gerombolan yang menyerah dan melaporkan diri ke Posko, karena patroli-patroli pasukan kita dilakukan dengan intensif sekali.
Yon 103/Kuda Putih kemudian menggantikan tugas 718/Tengkorak Putih yang ditarik kembali ke Makasar.
Pada Tanggal 25 Agustus 2015, Prajurit Yonif Linud 330/Tri Dharma Kostrad secara resmi dilantik dalam Upacara Penutupan Latihan Para Raider yang dilaksanakan dipantai Desa Cijeruh, Kecamatan Pamengpeuk, Kabupaten Garut Jawa Barat yang dipimpin oleh Pangdivif-1 Kostrad Mayjen TNI Lodewyk Pusung, dalam penutupan latihan Para Raider turut hadir Menteri Pertahanan RI Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu. Latihan Para Raider ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas prajurit tempur, Sehingga prajurit mampu menghadapi perkembangan lingkungan dan potensi ancaman dalam bentuk apapun.